Amalan Bulan Syaaban 2012 : Kelebihan Malam Nishfu Sya’ban (15 Sya’ban) 2012, Sholat dan Puasa Nishfu Sya’ban Serta Do’a/Dzikir Nishfu Sya’ban 2012 berikut ini saya berikan artikel terkait Nishfu Sya’ban beserta amalan yang di sunahkan serta doa doanya semoga bermanfaat
Keutamaan Bulan Sya’ban
Oleh: Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Disunnahkan Memperbanyak Puasa
Masalah keutamaan bulan Sya’ban telah diriwayatkan dalam beberapa hadits, di antaranya dalam Shahih Muslim dari ‘Aisyah رضي الله عنها. Beliau berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ وَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطْ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامً فِي شَعْبَانَ. (رواه مسلم)
“Rasulullah صلى الله عليه وسلم berpuasa hingga kami mengatakan beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan bahwa beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah puasa. Namun Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah berpuasa sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat satu bulan yang paling banyak beliau berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ‘Aisyah رضي الله عنها ditanya tentang puasa Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Beliau رضي الله عنها menjawab:
كَانَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ قَدْ صَامَ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ قَدْ أَفْطَرَ وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطْ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيْلاً. (رواه مسلم)
“Beliau صلى الله عليه وسلم berpuasa hingga kami mengatakan beliau selalu berpuas. Dan beliau tidak berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak pernah berpuasa. Aku tidak pernah melihat beliau berpuasa yang paling banyak seperti di bulan Sya’ban. Beliau صلى الله عليه وسلم berpuasa hampir seluruhnya. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruhnya kecuali sedikit.” (HR. Muslim)
Bid’ah-bid’ah pada Bulan Sya’ban
1. Bid’ah Shalat Bara’ah/Alfiyyah
Imam Al-Fatani رحمه الله berkata dalam kitabnya Tadzkiratul Maudhu’at: “Di antara hal-hal yang diadakan manusia pada malam nishfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) adalah shalat alfiyah (shalat seribu raka’at). Seratus raka’at dikerjakan sendiri dan sepuluh raka’at-sepuluh raka’at berikutnya dilakukan secara berjama’ah. Mereka membesar-besarkan malam nishfu Sya’ban melebihi hari Jum’at dan hari raya. Padahal tidak diriwayatkan satu dalil pun dari hadits atau ucapan para shahabat, kecuali dha’if atau maudhu’. Maka janganlah terpedaya dengan disebutkannya perayaan nishfu Sya’ban dalam kitab Quutul Quulub, Al-Ihya’ dan lain-lain.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 144)
Al-Iraqi رحمه الله berkata: “Hadits tentang shalat di malam nishfu Sya’ban adalah hadits-hadits batil. Bahkan Ibnul Jauzi رحمه الله memasukkannya ke dalam hadits-hadits maudhu’ (palsu).”
2. Dzikir dan Shalat Khusus pada Malam Nishfu Sya’ban
Adapun dzikir dan shalat khusus pada malam nishfu Sya’ban tidak disunnahkan dan tidak diriwayatkan dalam satu hadits pun yang shahih.
Adapun riwayat yang berbunyi:
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا. (رواه ابن ماجه)
“Jika datang malam pertengahan di bulan Sya’ban, maka shalatlah pada malamnya dan berpuasalah dia siang harinya.” (HR. Ibnu Majah dari ‘Ali رضي الله عنه)
Hadits ini disebutkan dalam catatan kakinya: “Sanadnya dha’if, karena kelemahan rawi yang bernama Ibnu Abi Bisrah. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan bahwa dia memalsukan hadits.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)
Syaikh Al-Albani رحمه الله menyebutkan hadits di atas palsu (maudhu’) dalam Dha’if Ibnu Majah, 1/294. (pent.)
Berkata Muhammad ‘Abdus Salam Asy-Syuqairi: Adapun shalat enam raka’at pada malam nishfu Sya’ban dengan niat tolak bala, memanjangkan umur, mencukupkan diri dari manusia; demikian pula membaca surat Yasin dan do’a di antara shalat tersebut tidak ragu lagi yang demikian adalah perkara baru (muhdats) dalam agama dan menyelisihi sunnah sayyidul mursalin. (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)
Berkata pensyarah kitab Al-Ihya’: “Shalat yang demikian (yakni 6 raka’at pada malam nishfu Sya’ban) sangat terkenal dalam kitab-kitab belakangan dari kitab-kitab sufi. Padahal aku tidak pernah melihat adanya sandaran yang shahih dari sunnah dalam masalah tersebut, demikian pula dalam masalah dzikir-dzikirnya.”
Berkata An-Najm Al-Ghaiti tentang menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan berjama’ah: “Yang demikian diingkari oleh kebanyakan para ulama dari penduduk Hijaz seperti Atha’ ibnu Abi Rabah, Ibnu Abi Malikah dan lain-lain. Demikian pula fuqaha Madinah dan para pengikut Imam Malik. Mereka semua berkata: “Perkara tersebut semuanya bid’ah, tidak disebutkan dalam masalah menghidupkan malam nishfu Sya’ban sedikit pun dari hadits Nabi صلى الله عليه وسلم dan tidak pula dari para shahabatnya.”
Imam Nawawi رحمه الله berkata: “Shalat Rajab dan Sya’ban kedua-duanya adalah bid’ah yang mungkar dan jelek.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)
3. Do’a Yaa Dzal Manni
Demikian pula bid’ahnya doa khusus pada malam nishfu Sya’ban yang berbunyi:
اللّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلاَ يَمن عَلَيْهِ يَا ذَا لْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
Ya Allah, wahai pemilik segala pemberian dan tidak pernah membutuhkan pemberian. Wahai Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi….
Telah diisyaratkan dalam ucapan pensyarah kitab Al-Ihya’ bahwa do’a tersebut tidak ada asalnya dan tidak ada sandarannya.
Demikian pula dikatakan oleh penulis kitab Asnal-Mathalib, bahwa doa itu disusun oleh beberapa orang shalih dari dirinya sendiri. Dikatakan dia adalah Al-Buni.
Tentunya walaupun kita boleh berdoa dengan apa pun yang kita minta kepada Allah, namun tidak boleh mengkhususkan satu doa untuk tanggal tertentu, bulan tertentu tanpa dalil dari hadits-hadits yang shahih.
Maka wahai hamba Allah, jika satu ibadah tidak diperintahkan dalam Al-Qur’an, tidak pula dicontohkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam sunnah, bahkan tidak pula oleh para khalifah-khalifahnya dan seluruh para shahabatnya, maka janganlah kita beribadah dengannya.
Dalam Musnad Imam Syafi’i رحمه الله diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengucapkan talbiyah dengan kalimat:
لَبَّيْكَ إِلَهَ الْحَقّ لَبَّيْكَ
Dalam riwayat lain:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Kemudian diriwayatkan bahwa Sa’ad bin Abi Waqash mendengar beberapa orang dari kaum kerabatnya membaca talbiyah:
يَا ذَا الْمَعَارِجِ
Maka Sa’ad bin Abi Waqash berkata:
إِنَّهُ لَذُوْ الْمَعَارِجِ، وَمَا هَكَذَا كُنَّا نَلْبِي عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Memang benar bahwa Allah memiliki Ma’arij, tetapi tidak demikian kita diajarkan talbiyah pada zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلم.”
Atsar ini menunjukkan betapa besar kehati-hatian para shahabat dalam beribadah. Tidak berani merubah kalimat-kalimat apalagi menambahinya. Ketika mendengar sebagian kaum muslimin mengucapkannya dengan kalimat yang berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم -walaupun secara makna benar- mereka menegurnya, seperti apa yang dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqash di atas.
Puasa Tanggal 15 Sya'ban
Pertama, Allah Ta'ala mengharamkan berkata tentang agama Allah tanpa ilmu. Bahkan Allah menyejajarkannya dengan dosa syirik dan kumpulan dosa-dosa besar. Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
"Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui"." (QS. Al-A'raf: 33)
Dan di antara contoh berkata tentang Allah tanpa ilmu adalah seperti yang tercantum dalam pertanyaan, membid'ahkan puasa tiga hari pada bulan Sya'ban karena bertepatan dengan nisfu Sya'ban.
Kedua, disunnahkan berpuasa tiga hari setiap bulan. Paling utama dikerjakan pada Ayyamul Bidh, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:
أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ لَا أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
"Kekasihku (Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam) mewasiatkan kepadaku tiga perkara yang tidak aku tinggalkan sampai aku meninggal: puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha, dan shalat witir sebelum tidur." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin 'Amru bin Al-'Ash, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya:
وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ كُلَّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنَّ لَكَ بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
"Dan sesungguhnya cukuplah bagimu berpuasa tiga hari dari setiap bulan. Sesungguhnya amal kebajikan itu ganjarannya sepuluh kali lipat, seolah ia seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan al-Nasai)
Diriwayatkan dari Abi Dzarr Radhiyallahu 'Anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku:
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
"Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari dari salah satu bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas." (HR. At Tirmidzi dan al-Nasai. Hadits ini dihassankan oleh al-Tirmidzi dan disetujui oleh Al-Albani dalam al-Irwa' no. 947)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: "Di dalam hadits disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mewasiatkan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu agar berpuasa tiga hari setiap bulan, lalu kapan dilaksanakan puasa tiga hari ini? Apakah harus dilaksanakan secara berturut-turut?
Beliau menjawab: puasa tiga hari ini boleh dikerjakan secara berturut-turut atau terpisah. Boleh dikerjakan pada awal bulan, di pertengahan bulan, atau pada akhirnya. Urusan ini cukup luas, dan segala puji bagi Allah, yang Rasulullah tidak (hanya) menetapkan (hari tertentu). 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha pernah ditanya: Apakah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpuasa tiga hari pada setiap bulannya? Beliau menjawab, "Ya". Lalu ditanyakan lagi, "Hari-hari apa saja yang biasanya beliau melaksanakan shaum?" Aisyah pun menjawab: "Beliau shallallahu 'alaihi wasallam tidak terlalu memperhatikan hari keberapa dari setiap bulannya beliau melaksanakan shaum." (HR. Muslim no. 1160) Namun (pelaksanaannya pada) tanggal 13, 14, dan 15 adalah lebih utama, karena hari-hari tersebut adalah ayyam al-Bidh (hari-hari putih)." (Majmu' Fatawa Syaikh Ibn Utsaimin: no. 376)
Ketiga, Memperbanyak puasa pada bulan Sya'ban termasuk sunnah. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa memperbanyak puasa pada bulan ini. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Dari Abu Salamah, Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyampaikan kepadanya: "
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ وَكَانَ يَقُولُ خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا
“Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Adalah Beliau bersabda: "Kerjakan amal yang kamu mampu melakukannya, karena sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian merasa bosan".” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keempat, Mungkin yang dimaksud oleh orang yang melarang tersebut adalah karena dia mengetahui kalau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang berpuasa pada pertengahan Sya'ban.
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا
"Apabila sudah pertengahan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa." (HR. Abu Dawud no. 3237, al-Tirmidzi no. 738, dan Ibnu Majah no. 1651. Dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi)
Sesungguhnya larangan ini bagi orang yang baru memulai puasa pada pertengahan kedua dari Sya'ban, sementara dia tidak memiliki kebiasaan berpuasa. Tapi siapa yang telah berpuasa pada pertengahan pertama, lalu berlanjut puasa pada pertengahan kedua, atau dia punya kebiasaan puasa rutin, maka tidak apa-apa melaksanakan puasa pada pertengahan kedua, seperti orang yang biasa berpuasa tiga hari setiap bulan atau puasa hari Senin dan Kamis. Dari sini sangat jelas atas pertanyaan di atas, boleh berpuasa Ayyamul Bidh atau puasa tiga hari perbulan di bulan Sya'ban, walaupun bertepatan dengan tanggal 15 Sya'ban atau pertengahan kedua dari bulan Sya'ban.
Kelima, Mungkin juga yang dilarang adalah menghususkan puasa di Nishfu (Pertengahan) Sya'bannya. Jika demikian maka hal itu benar. Karena berdasarkan penelitian para ulama, tidak didapatkan hadits shahih dan contoh yang jelas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau menghususkan hari tanggal 15 di bulan Sya'ban untuk berpuasa. Sementara dalil yang sering dijadikan sebagai landasan dari puasa ini adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radliyallahu 'anhu secara marfu' kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا
"Apabila tiba malam nishfu Sya'ban maka berdirilah shalat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya." (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya no. 1388, dan ini adalah hadits Maudlu'. Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Dhaif Sunan Ibni Majah, "Lemah sekali atau maudlu –palsu-" no. 1388, sedangkan dalam al-Dhaifah no. 2132, beliau menyatakan dengan tegas bahwa sanadnya maudhu'.)
Namun jika seseorang memiliki kebiasaan berpuasa pada Ayyamul Bidh (di antaranya pada tanggal 15-nya), maka hendaknya dia melakukan amal shalih tersebut sebagaimana pada bulan-bulan yang lainnya. Ia tidak boleh menghususkannya dan tidak boleh mengadakan perbedaan dengan bulan-bulan lainnya, baik dari sisi niat atau pelaksanaannya. Karena menghususkan waktu tertentu untuk ibadah itu harus dengan dalil shahih. Jika tidak ada dalil shahih, maka hal itu menjadi bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan.
Maka siapa yang memiliki kebiasaan puasa pada Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), silahkan dia melaksanakannya di bulan Sya'ban sebagaimana ia berpuasa pada bulan-bulan lainnya, tidak menghususkan hari itu. Terlebih, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan puasa dan memperbanyak puasa pada bulan ini, tetapi beliau tidak melakukan penghususan pada tangal 15-nya. Dan puasa pada hari itu seperti berpuasa pada hari-hari lainnya. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Oleh: Ustdz Badrul Tamam
Semoga Artikel tentang Amalan Bulan Syaaban 2012 : Kelebihan Malam Nishfu Sya’ban (15 Sya’ban) 2012, Sholat dan Puasa Nishfu Sya’ban Serta Do’a/Dzikir Nishfu Sya’ban 2012 ini bermanfaat
Keutamaan Bulan Sya’ban
Oleh: Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Disunnahkan Memperbanyak Puasa
Masalah keutamaan bulan Sya’ban telah diriwayatkan dalam beberapa hadits, di antaranya dalam Shahih Muslim dari ‘Aisyah رضي الله عنها. Beliau berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ وَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطْ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامً فِي شَعْبَانَ. (رواه مسلم)
“Rasulullah صلى الله عليه وسلم berpuasa hingga kami mengatakan beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan bahwa beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah puasa. Namun Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah berpuasa sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat satu bulan yang paling banyak beliau berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ‘Aisyah رضي الله عنها ditanya tentang puasa Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Beliau رضي الله عنها menjawab:
كَانَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ قَدْ صَامَ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ قَدْ أَفْطَرَ وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطْ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيْلاً. (رواه مسلم)
“Beliau صلى الله عليه وسلم berpuasa hingga kami mengatakan beliau selalu berpuas. Dan beliau tidak berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak pernah berpuasa. Aku tidak pernah melihat beliau berpuasa yang paling banyak seperti di bulan Sya’ban. Beliau صلى الله عليه وسلم berpuasa hampir seluruhnya. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruhnya kecuali sedikit.” (HR. Muslim)
Bid’ah-bid’ah pada Bulan Sya’ban
1. Bid’ah Shalat Bara’ah/Alfiyyah
Imam Al-Fatani رحمه الله berkata dalam kitabnya Tadzkiratul Maudhu’at: “Di antara hal-hal yang diadakan manusia pada malam nishfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) adalah shalat alfiyah (shalat seribu raka’at). Seratus raka’at dikerjakan sendiri dan sepuluh raka’at-sepuluh raka’at berikutnya dilakukan secara berjama’ah. Mereka membesar-besarkan malam nishfu Sya’ban melebihi hari Jum’at dan hari raya. Padahal tidak diriwayatkan satu dalil pun dari hadits atau ucapan para shahabat, kecuali dha’if atau maudhu’. Maka janganlah terpedaya dengan disebutkannya perayaan nishfu Sya’ban dalam kitab Quutul Quulub, Al-Ihya’ dan lain-lain.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 144)
Al-Iraqi رحمه الله berkata: “Hadits tentang shalat di malam nishfu Sya’ban adalah hadits-hadits batil. Bahkan Ibnul Jauzi رحمه الله memasukkannya ke dalam hadits-hadits maudhu’ (palsu).”
2. Dzikir dan Shalat Khusus pada Malam Nishfu Sya’ban
Adapun dzikir dan shalat khusus pada malam nishfu Sya’ban tidak disunnahkan dan tidak diriwayatkan dalam satu hadits pun yang shahih.
Adapun riwayat yang berbunyi:
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا. (رواه ابن ماجه)
“Jika datang malam pertengahan di bulan Sya’ban, maka shalatlah pada malamnya dan berpuasalah dia siang harinya.” (HR. Ibnu Majah dari ‘Ali رضي الله عنه)
Hadits ini disebutkan dalam catatan kakinya: “Sanadnya dha’if, karena kelemahan rawi yang bernama Ibnu Abi Bisrah. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan bahwa dia memalsukan hadits.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)
Syaikh Al-Albani رحمه الله menyebutkan hadits di atas palsu (maudhu’) dalam Dha’if Ibnu Majah, 1/294. (pent.)
Berkata Muhammad ‘Abdus Salam Asy-Syuqairi: Adapun shalat enam raka’at pada malam nishfu Sya’ban dengan niat tolak bala, memanjangkan umur, mencukupkan diri dari manusia; demikian pula membaca surat Yasin dan do’a di antara shalat tersebut tidak ragu lagi yang demikian adalah perkara baru (muhdats) dalam agama dan menyelisihi sunnah sayyidul mursalin. (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)
Berkata pensyarah kitab Al-Ihya’: “Shalat yang demikian (yakni 6 raka’at pada malam nishfu Sya’ban) sangat terkenal dalam kitab-kitab belakangan dari kitab-kitab sufi. Padahal aku tidak pernah melihat adanya sandaran yang shahih dari sunnah dalam masalah tersebut, demikian pula dalam masalah dzikir-dzikirnya.”
Berkata An-Najm Al-Ghaiti tentang menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan berjama’ah: “Yang demikian diingkari oleh kebanyakan para ulama dari penduduk Hijaz seperti Atha’ ibnu Abi Rabah, Ibnu Abi Malikah dan lain-lain. Demikian pula fuqaha Madinah dan para pengikut Imam Malik. Mereka semua berkata: “Perkara tersebut semuanya bid’ah, tidak disebutkan dalam masalah menghidupkan malam nishfu Sya’ban sedikit pun dari hadits Nabi صلى الله عليه وسلم dan tidak pula dari para shahabatnya.”
Imam Nawawi رحمه الله berkata: “Shalat Rajab dan Sya’ban kedua-duanya adalah bid’ah yang mungkar dan jelek.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)
3. Do’a Yaa Dzal Manni
Demikian pula bid’ahnya doa khusus pada malam nishfu Sya’ban yang berbunyi:
اللّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلاَ يَمن عَلَيْهِ يَا ذَا لْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
Ya Allah, wahai pemilik segala pemberian dan tidak pernah membutuhkan pemberian. Wahai Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi….
Telah diisyaratkan dalam ucapan pensyarah kitab Al-Ihya’ bahwa do’a tersebut tidak ada asalnya dan tidak ada sandarannya.
Demikian pula dikatakan oleh penulis kitab Asnal-Mathalib, bahwa doa itu disusun oleh beberapa orang shalih dari dirinya sendiri. Dikatakan dia adalah Al-Buni.
Tentunya walaupun kita boleh berdoa dengan apa pun yang kita minta kepada Allah, namun tidak boleh mengkhususkan satu doa untuk tanggal tertentu, bulan tertentu tanpa dalil dari hadits-hadits yang shahih.
Maka wahai hamba Allah, jika satu ibadah tidak diperintahkan dalam Al-Qur’an, tidak pula dicontohkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam sunnah, bahkan tidak pula oleh para khalifah-khalifahnya dan seluruh para shahabatnya, maka janganlah kita beribadah dengannya.
Dalam Musnad Imam Syafi’i رحمه الله diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengucapkan talbiyah dengan kalimat:
لَبَّيْكَ إِلَهَ الْحَقّ لَبَّيْكَ
Dalam riwayat lain:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Kemudian diriwayatkan bahwa Sa’ad bin Abi Waqash mendengar beberapa orang dari kaum kerabatnya membaca talbiyah:
يَا ذَا الْمَعَارِجِ
Maka Sa’ad bin Abi Waqash berkata:
إِنَّهُ لَذُوْ الْمَعَارِجِ، وَمَا هَكَذَا كُنَّا نَلْبِي عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Memang benar bahwa Allah memiliki Ma’arij, tetapi tidak demikian kita diajarkan talbiyah pada zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلم.”
Atsar ini menunjukkan betapa besar kehati-hatian para shahabat dalam beribadah. Tidak berani merubah kalimat-kalimat apalagi menambahinya. Ketika mendengar sebagian kaum muslimin mengucapkannya dengan kalimat yang berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم -walaupun secara makna benar- mereka menegurnya, seperti apa yang dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqash di atas.
Puasa Tanggal 15 Sya'ban
Pertama, Allah Ta'ala mengharamkan berkata tentang agama Allah tanpa ilmu. Bahkan Allah menyejajarkannya dengan dosa syirik dan kumpulan dosa-dosa besar. Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
"Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui"." (QS. Al-A'raf: 33)
Dan di antara contoh berkata tentang Allah tanpa ilmu adalah seperti yang tercantum dalam pertanyaan, membid'ahkan puasa tiga hari pada bulan Sya'ban karena bertepatan dengan nisfu Sya'ban.
Kedua, disunnahkan berpuasa tiga hari setiap bulan. Paling utama dikerjakan pada Ayyamul Bidh, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:
أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ لَا أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
"Kekasihku (Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam) mewasiatkan kepadaku tiga perkara yang tidak aku tinggalkan sampai aku meninggal: puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha, dan shalat witir sebelum tidur." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin 'Amru bin Al-'Ash, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya:
وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ كُلَّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنَّ لَكَ بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
"Dan sesungguhnya cukuplah bagimu berpuasa tiga hari dari setiap bulan. Sesungguhnya amal kebajikan itu ganjarannya sepuluh kali lipat, seolah ia seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan al-Nasai)
Diriwayatkan dari Abi Dzarr Radhiyallahu 'Anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku:
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
"Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari dari salah satu bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas." (HR. At Tirmidzi dan al-Nasai. Hadits ini dihassankan oleh al-Tirmidzi dan disetujui oleh Al-Albani dalam al-Irwa' no. 947)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: "Di dalam hadits disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mewasiatkan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu agar berpuasa tiga hari setiap bulan, lalu kapan dilaksanakan puasa tiga hari ini? Apakah harus dilaksanakan secara berturut-turut?
Beliau menjawab: puasa tiga hari ini boleh dikerjakan secara berturut-turut atau terpisah. Boleh dikerjakan pada awal bulan, di pertengahan bulan, atau pada akhirnya. Urusan ini cukup luas, dan segala puji bagi Allah, yang Rasulullah tidak (hanya) menetapkan (hari tertentu). 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha pernah ditanya: Apakah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpuasa tiga hari pada setiap bulannya? Beliau menjawab, "Ya". Lalu ditanyakan lagi, "Hari-hari apa saja yang biasanya beliau melaksanakan shaum?" Aisyah pun menjawab: "Beliau shallallahu 'alaihi wasallam tidak terlalu memperhatikan hari keberapa dari setiap bulannya beliau melaksanakan shaum." (HR. Muslim no. 1160) Namun (pelaksanaannya pada) tanggal 13, 14, dan 15 adalah lebih utama, karena hari-hari tersebut adalah ayyam al-Bidh (hari-hari putih)." (Majmu' Fatawa Syaikh Ibn Utsaimin: no. 376)
Ketiga, Memperbanyak puasa pada bulan Sya'ban termasuk sunnah. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa memperbanyak puasa pada bulan ini. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Dari Abu Salamah, Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyampaikan kepadanya: "
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ وَكَانَ يَقُولُ خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا
“Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Adalah Beliau bersabda: "Kerjakan amal yang kamu mampu melakukannya, karena sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian merasa bosan".” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keempat, Mungkin yang dimaksud oleh orang yang melarang tersebut adalah karena dia mengetahui kalau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang berpuasa pada pertengahan Sya'ban.
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا
"Apabila sudah pertengahan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa." (HR. Abu Dawud no. 3237, al-Tirmidzi no. 738, dan Ibnu Majah no. 1651. Dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi)
Sesungguhnya larangan ini bagi orang yang baru memulai puasa pada pertengahan kedua dari Sya'ban, sementara dia tidak memiliki kebiasaan berpuasa. Tapi siapa yang telah berpuasa pada pertengahan pertama, lalu berlanjut puasa pada pertengahan kedua, atau dia punya kebiasaan puasa rutin, maka tidak apa-apa melaksanakan puasa pada pertengahan kedua, seperti orang yang biasa berpuasa tiga hari setiap bulan atau puasa hari Senin dan Kamis. Dari sini sangat jelas atas pertanyaan di atas, boleh berpuasa Ayyamul Bidh atau puasa tiga hari perbulan di bulan Sya'ban, walaupun bertepatan dengan tanggal 15 Sya'ban atau pertengahan kedua dari bulan Sya'ban.
Kelima, Mungkin juga yang dilarang adalah menghususkan puasa di Nishfu (Pertengahan) Sya'bannya. Jika demikian maka hal itu benar. Karena berdasarkan penelitian para ulama, tidak didapatkan hadits shahih dan contoh yang jelas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau menghususkan hari tanggal 15 di bulan Sya'ban untuk berpuasa. Sementara dalil yang sering dijadikan sebagai landasan dari puasa ini adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radliyallahu 'anhu secara marfu' kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا
"Apabila tiba malam nishfu Sya'ban maka berdirilah shalat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya." (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya no. 1388, dan ini adalah hadits Maudlu'. Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Dhaif Sunan Ibni Majah, "Lemah sekali atau maudlu –palsu-" no. 1388, sedangkan dalam al-Dhaifah no. 2132, beliau menyatakan dengan tegas bahwa sanadnya maudhu'.)
Namun jika seseorang memiliki kebiasaan berpuasa pada Ayyamul Bidh (di antaranya pada tanggal 15-nya), maka hendaknya dia melakukan amal shalih tersebut sebagaimana pada bulan-bulan yang lainnya. Ia tidak boleh menghususkannya dan tidak boleh mengadakan perbedaan dengan bulan-bulan lainnya, baik dari sisi niat atau pelaksanaannya. Karena menghususkan waktu tertentu untuk ibadah itu harus dengan dalil shahih. Jika tidak ada dalil shahih, maka hal itu menjadi bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan.
Maka siapa yang memiliki kebiasaan puasa pada Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), silahkan dia melaksanakannya di bulan Sya'ban sebagaimana ia berpuasa pada bulan-bulan lainnya, tidak menghususkan hari itu. Terlebih, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan puasa dan memperbanyak puasa pada bulan ini, tetapi beliau tidak melakukan penghususan pada tangal 15-nya. Dan puasa pada hari itu seperti berpuasa pada hari-hari lainnya. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Oleh: Ustdz Badrul Tamam
Semoga Artikel tentang Amalan Bulan Syaaban 2012 : Kelebihan Malam Nishfu Sya’ban (15 Sya’ban) 2012, Sholat dan Puasa Nishfu Sya’ban Serta Do’a/Dzikir Nishfu Sya’ban 2012 ini bermanfaat
Posted by: Zazkia Mecca
Berita Terbaru, Updated at: Kamis, Juli 05, 2012